Halaman

Senin, 20 Maret 2023

Koneksi Antar Materi Modul 3.3 Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid

 Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Salam Guru Penggerak.

Salam dan bahagia, Bapak/Ibu Guru Hebat. Selamat berjumpa kembali dengan saya, Sumiyati dari SD Negeri Srepeng Semanu, Calon Guru Penggerak Angkatan 6 DIY. Pada kesempatan kali ini, Saya akan menyampaikan koneksi antar materi modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid dengan modul-modul terdahulu. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Edy Susiadi Purnama selaku fasilitator, beserta Ibu Siti Sumiyati selaku pengajar praktik, yang tanpa lelah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami dalam mengikuti Program Guru Penggerak Angkatan 6 ini.


    Kreativitas hanyalah menghubungkan berbagai hal. Ketika Anda bertanya kepada orang-orang kreatif bagaimana mereka melakukan sesuatu, mereka merasa sedikit bersalah karena mereka tidak benar-benar melakukannya, mereka hanya melihat sesuatu. Sesuatu itu tampaknya jelas bagi mereka setelah beberapa saat itu. Itu karena mereka dapat mengkoneksikan pengalaman yang mereka miliki dan mensintesis hal-hal baru. (Steve Jobs)


Bagaimana saya dapat mengaitkan intisari dari materi modul-modul guru penggerak yang telah saya pelajari untuk menjadi landadan teori bagi rencana program/kegiatan yang berdampak pada murid yang saya buat?


Untuk menjawab pertanyaan di atas, akan saya awali dengan menyampaikan bagaimana perasaan saya setelah mempelajari modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid ini. 

1. Apa pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh?

    Melalui modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid ini, saya belajar mengenai pentingnya membangun hubungan kemitraan antara guru dengan murid, serta pentingnya seorang guru melibatkan murid dalam program-program sekolah baik intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun kokurikuler. Melalui pengembangan kepemimpinan murid (student agency), yang meliputi suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership), murid ternyata bisa menjadi pemimpin pembelajaran bagi dirinya sendiri, guru berperan sebagai pengawas dan pendamping.

2. Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar?

    Saya merasa senang, bahagia, dan luar biasa, karena saya banyak belajar hal yang baru dan menarik, di mana dapat membuat pikiran saya terbuka untuk memberikan pelayanan terbaik kepada murid. Saya tersadarkan bahwa murid adalah mitra guru, yang harus dilibatkan dalam program-program sekolah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, bahkan sampai pada evaluasinya.

3. Apa saja yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan diri dalam proses belajar?

    Selama mempelajari modul ini, saya menyadari sebagai seorang pemimpin pembelajaran, ketika ingin menyusun program sekolah, harus melalui tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, mentoring, hingga evaluasi.

4. Apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan diri dalam proses belajar?

    Seorang guru harus memperbaiki proses penyusunan programnya, sehingga lebih mengedepankan suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid.

5. Apa keterkaitan pengalaman belajar terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi?

    Nilai dan peran guru penggerak sangat dibutuhkan dalam mengelola sebuah program yang berdampak pada murid. Adanya keinginan diri untuk berinovasi dan melakukan yang terbaik untuk murid mendorong saya untuk terus belajar mengembangkan kepemimpinan murid (student agency).


Berikutnya, apa intisari dari modul 3.3 ini?

1. Bagaimana kepemimpinan murid (student agency) dan kaitannya dengan Profil Pelajar Pancasila?

    Kepemimpinan murid (student agency) adalah ketika murid mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

    Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajarann mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan menyediakan kesempatan bagi murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat terwujud sebagai pengejawantahan profil pelajar Pancasila dalam dirinya.

2. Bagaimana suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid dalam konsep kepemimpinan murid?

    Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri, atau bisa dikatakan saat murid memiliki student agency, maka mereka sebenanrnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah muriud kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan mereka.

   Suara (voice) adalah pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasilnya. Pilihan (choice) adalah peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. Kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi seseorang dalam proses belajar.

3. Bagaimana lingkungan yang mendukung tumbuhkembangnya kepemimpinan murid?

    Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid adalah lingkungan di mana guru, sekolah, orang tua, dan komunitas secara sadar mengembangkan wellbeing atau kesejahteraan diri murid-muridnya secara optimal. Beberapa karakteristik lingkungan tersebut, yaitu:

a. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif.

b. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif, dan bijaksana.

c. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non akademiknya.

d. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.

e. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan.

f. Lingkungan yang menempatkan murid sedemikiran rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri.

g. Lingkungan yang menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.

4. Bagaimana melibatkan komunitas untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid?

        Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid berada dalam lintas komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada komunitas keluarga, kelas dan antar kelas, sekolah, dan komunitas yang lebih luas lainnya. Semua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaran muid. Komunitas-komunitas terebut merupakan aset sosial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program sekolah.

        Komunitas memiliki peran penting dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar yang mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid karena meyediakan kesempatan bagi murid untuk mewujudkan pilihan dan suara mereka. Komunitas-komunitas yang mendukung kepemimpinan murid akan memahami bahwa sesungguhnya murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan.


Keterkaitan modul 3.3 dengan modul-modul sebelumnya

1. Keterkaitan modul 1.1 dengan 3.3

        KHD menyampaikan, peran seorang guru adalah menuntun segala kodrat yang ada pada murid, sehingga mereka bisa selamat dan bahagia sebaqgai individu masyarakat. Seorang pendidik, dalam mebgelola program yang berdampak pada murid haruslah menitikberatkan pada keterlibatan murid dan berorientasi pada pengembangan potensi (kodrat anak), mengembangkan keterampilan atau kepemimpinan dalam diri murid sehingga bermanfaat untuk mereka baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Dalam modul 3.3, penghambaan kepada murid lebih ditekankan kepada bagaimana melihat murid sebagai pribadi yang utuh, dan menuntun murid sesuai kodratnya dengan mengelola program-program yang berdampak positif pada murid.

2. Keterkaitan modul 1.2 dengan 3.3

        Melalui nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid, diharapkan guru bisa menyusun dan mengelola program yang berdampak pada murid. Nilai-nilai tersebut harus dipedomani guru agar kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat mengembangkan kepemimpinan murid. Selain itu, guru penggerak tidak hanya berperan sebagai pemimpin dalam pembelajaran di kelas, namun memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin dalam hal pengelolaan program yang berdampak positif pada murid di sekolah.

3. Keterkaitan modul 1.3 dengan 3.3

        Visi guru penggerak sangat berkaitan dengan bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada murid dan menjalankan rencana program sekolah dengan dukungan para pemangku kepentingan dalam mendukung ekosistem pembelajaran yang berpihak pada murid. Perencanaan yang dilakukan dapat menggunakan pendekayan Inquiry Apresiatif (IA) melalui model 5D Cycle, atau BAGJA. BAGJA sendiri merupakan sebuah kerangka yang dikembangkan untuk mengkoordinir praktik baik atau paradigma perubahan yang akan kita inisiasi dengan memetakan aset terlebih dahulu, salah satunya menyusun program yang melibatkan kepemimpinan murid.

4. Keterkaitan modul 1.4 dengan 3.3

        Pengelolaan program yang berdampak pada murid diharapkan dapat memberikan dampak positif dengan terwujudnya budaya positif di linegkungan sekolah. Budaya positif berupa lingkungan yang mendukung perkembangan siswa terutama kekuatan kodrat pada anak-anak. Dalam lingkungan belajar budaya positif, murid dibiasakan untuk dapat melakukan komunikasi dua arah bersama guru, serta menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter untuk mendukung terlaksananya program sekolah yang berdampak pada murid.

5. Keterkaitan modul 2.1 dengan 3.3

        Merencanakan dan mengelola program yang berdampak positif pada murid tidak terlepas dari apa yang menjadi kebutuhan murid seperti kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid. Seorang guru penggerak dibekali dengan kemampuan mengelola pembelajaran yang berpihak pada murid berdasarkan kebutuhan murid yang beragam. Kebutuhan belajar mereka yang beragam menjadi dasar bagi guru dalam mengelola program yang berdampak positif pada murid. Keragaan murid ini merupakan aset atau modal untuk melakukan diferensiasi program yang berdampak pada murid dan sesuai dengan kebutuhan murid.

6. Keterkaitan modul 2.2 dengan 3.3

        Untuk merencanaan program yang berdampak pada murid, guru perlu mengintegrasikan pembelajaram sosial emosional di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan kesadaran penuh (mindfullness) murid. Agar dapat melaksanakan program sekolah, murid dapat merasa tenang, fokus, berempati, termotivasi, dan memiliki sikap tanggungjawab atas pilihannya. Teknik mindfullness menjadi strategi pengembangan lima KSE yang berdasarkan pada keberpihakan pada murid.

7. Keterkaitan modul 2.3 dengan 3.3

        Coaching sangat penting dilakukan sebagai langkah untuk menggali segala potensi dan melejitkan kinerja murid untuk menemukan sendiri solusi atas permasalahan yang dihadapi ketika melaksanakan program sekolah yang berdampak pada murid. Untuk itu, sikap kreatif, inovatif, dan sikap kritis dari murid sangat diharapkan agar tercipta murid yang merdeka belajar. Coaching memberi kesempatan pada anak-anak untuk berkembang dan menggalu proses berpikir pada pribadi. Maka dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai strategi dalam mengembangkan sumber daya murid.

8. Keterkaitan modul 3.1 dengan 3.3

        Pemimpin pembelajaran adalah orang yang mau melakukan perubahan ke arah yang positif dan senang berkolaborasi. Agar keputusan yang diambil bersifat efektif dan efisien terkait rancangan program yang ingin dilakukan, tentunya keputusan tersebut haruslah memperhatikan 3 prinsip berpikir, 4 paradigma pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mendorong rasa percaya diri, keselamatan, dan kebahagiaan murid, serta seluruh pihak yang terkait dalam pengelolaan program yang berdampak positif pada murid.

9. Keterkaitan modul 3.2 dengan 3.3

        Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid harus didukung oleh pengelolaan aset yang ada di sekolah, yang berupa modal manusia, sosial, fisik, agama dan budaya, lingkungan/alam. politik, dan finansial. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya menjadi prioritas yang perlu diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan yang ada. Dengan Pemberdayaan Komunitas Berbasis Aset, maka perencanaan pengelolaan program yang berdampak pada murid dapat terencana dengan baik.


Perspektif CGP tentang program yang berdampak positif pada murid dan bagaimana seharusnya program-program atau kegiatan sekolah harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar program-program tersebut dapat berdampak positif pada murid.

1. Perspektif CGP tentang program yang berdampak positif pada murid

        Program yang berdampak positif pada murid merupakan program sekolah yang dibuat berdasarkan hasil analisis kebutuhan murid. Sasaran program adalah murid dan untuk mengembangkan potensi murid seutuhnya. Program yang dibuat berdasarkan minat dan harapan dari murid dan untuk memfasilitasi perkembangan potensi yang ada dalam diri murid.

2. Bagaimana seharusnya program-program atau kegiatan sekolah harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar program-program tersebut dapat berdampak positif pada murid?

        Penyusunan program sekolah tidak terlepas dari pemetaan aset-aset yang ada di sekolah, termasuk modal manusia dalam hal ini potensi murid. Untuk mempermudah dalam melakukan pemetaan, dilakukan suatu pendekatan yang berbasis pada aset. Selain pemetaan aset/kekuatan yang ada di sekolah, dalam pengembangan program ini juga diperlukan pemetaan kebutuhan murid dan semua warga sekolah. Untuk dapat melakukan pemetaan dengan baik, maka perencanaan program dilakukan melalui pendekatan IA model BAGJA. 


Demikianlah koneksi antar materi modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid ini saya sampaikan.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi guru-guru hebat dimanapun berada.

Wassalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh.

Salam Guru Penggerak.

Guru Bergerak, Indonesia Maju.

Rabu, 01 Maret 2023

Koneksi Antar Materi Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 


Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh.

Salam Guru Penggerak. Semangat pagi guru-guru hebat.

Salam dan Bahagia.

Alhamdulillahirobbil alamin. Selamat berjumpa kembali. Pada kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan Koneksi Antar Materi Modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Edy Susiadi Purnama selaku fasilitator, serta Ibu Siti Sumiyati selaku Pengajar Praktik, yang senantiasa mendampingi saya dalam mengikuti Program Guru Penggerak Angkatan 6.

Tujuan Pembelajaran Khusus

CGP mampu menghubungkan materi modul ini dengan modul-modul yang didapatkan sebelumnya.


Kesimpulan tentang Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya dan Implementasinya di sekolah

Sekolah sebagai Ekosistem Pendidikan

        Sekolah sebagai sebuah ekosistem pendidikan, artinya bahwa sekolah merupakan sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik dan abiotik yang menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Faktor biotik adalah unsur makhluk hidup, dalam hal ini yaitu murid, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dinas terkait, orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah. Sedangkan faktor abiotik yang merupakan unsur tidak hidup, yaitu sarana dan prasarana sekolah, keuangan, serta lingkungan alam. Dengan pengelolaan yang tepat, faktor biotik dan abiotik yang merupakan sumber daya di sekolah, dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

        Pengelolaan sumber daya dalam ekosistem sekolah, bisa dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu Defisit-Based Aprroach (Pendekatan Berbasis Kekurangan) dan Asset-Based Approach (Pendekatan Berbasis Kekuatan/Aset). Defisit-Based Aprroach (Pendekatan Berbasis Kekurangan) yaitu sebuah pendekatan yang memusatkan perhatian pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik. Kekurangan yang dimiliki mendorong cara berpikir negatif sehingga fokusnya adalah bagaimana mengatasi kekurangan atau apa yang menghalangi, sehingga membuat kita menutup mata terhadap potensi yang dimiliki. Asset-Based Approach (Pendekatan Berbasis Kekuatan/Aset) yaitu sebuah pendekatan yang merupakan cara praktis menemukenali hal-hal yang positif dalam kehidupan. Pusat perhatian pada pendekatan ini adalah pada apa yang berjalan dengan bauk, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.

        Green & Haines (2010) menjelaskan kecenderungan cara pandang pendekatan berbasis kekurangan dan pendekatan berbasis aset:


        Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA), merupakan pendekatan yang menekankan pada nilai, prinsip, dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. PKBA ini mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna.

        Ada tujuh aset atau modal dalam lingkungan atau ekosistem sekolah, yaitu: modal manusia, modal sosial, modal agama dan budaya, modal politik, modal sosial, modal lingkingan/alam, serta modal financial atau keuangan. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya meru[akan seseorang yang mampu menjadikan sumber daya di sekitarnya menjadi kekuatan atau modal untuk melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid.


Hubungan pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelejarhan murid menjadi lebih berkualitas

        Sumber daya di sekolah merupakan faktor biotik dan abiotik dalam ekosistem sekolah itu sendiri. Faktor biotik meliputi murid, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, wali murid, dinas terkait, maupun masyarakat sekitar. Sedangkan faktor abiotik misalnya keuangan sekolah, sarana dan prasarana sekolah, kurikulum, dan lain-lain yang merupakab faktor tak hidup dalam ekosistem sekolah.

        Dari banyaknya sumber daya yang ada di sekolah tersebut, kita dapat memetakannya berdasarkan tujuh modal/aset untuk meudian kita manfaatkan dalam mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas dan berpihak pada murid. Berikut contoh pengelolaan sumber daya di sekolah melalui pemetaan tujuh modal utama dan pemanfaatannya:

1. Modal Manusia

    Guru yang memiliki nilai-nilai guru penggerak (berpihak pada murid, mandiri, inovatif, reflektif, kolaboratif) akan mampu melaksanakan pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid untuk mengenali potensi dirinya. Modal manusia berikutnya adalah murid. Dalam pembelajaran, murid buan hanya sebagai obyek, namun juga sebagai subyek. Melalui pemetaan kesiapana dan profil belajar murid yang tepat, guru dapat mengembangkan stategi maupun model pembelajaran yang bervariasi dan menarik bagi murid. Modal manusia yang lainnya adalah kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas, maupun masyarakat sekitar, yang bisa kita manfaatkan untuk berkolaborasi dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang berkualitas dan berpihak pada murid.

2. Modal fisik

    Modal fisik meliputi sarana dan prasarana di sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran, misalnya gedung sekolah, laboratorium, alat peraga, dan lain-lain. Sarana dan prasarana yang memadai akan menunjang pembelajaran murid menjadi lebih efektif, bermakna, dan menyenangkan.

3. Modal Politik

    Modal politik yang dimiliki sekolah adalah kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan dan yang mempunyai akses untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat dalam hal ini dinas terkait yang menaungi sekolah. 

4. Modal Finansial

       Modal finansial yang dimiliki sekolah antara lain BOS, BOSDA, dana infak, koperasi sekolah. Modal finansial tersebut jika dikelola dengan benar sesuai dengan peruntukannya, maka akan dapat membantu sekolah dalam mewujudkan program yang berdampak positif pada murid.

5. Modal Sosial

        Modal sosial meliputi kolaborasi guru dengan sesama guru, wali murid, masyarakat, maupun pihak lain yang dapat membantu proses pembelajaran yang berpihak pada murid. Kolaborasi ini bisa diwujudkan melalui MOu dengan pihak terkait, KKG, maupun Paguyuban Orang Tua (POT).

6. Modal Lingkungan/Alam

    Modal lingkungan/alam merupakan lingkungan sekitar sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembelajaran yang berkualitas dan berpihak pada murid. Modal lingkungan/alam ini misalnya pasar, telaga, jalan raya, lapangan, dll.

7. Modal Agama dan Budaya

    Modal agama dan budaya yang dimiliki sekolah antara lain pembiasaan keagamaan di sekolah, peringatan hari besar agama, adanya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan budaya, misalnya mulok batik, ekstrakurikuler kesenian, dll.


Hubungan materi modul 3.2 dengan modul sebelumnya

1.   Keterkaitan dengan modul 1.1 Filosofi KHD

            Tugas guru sesuai dengan filosofi KHD adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat mencapai keselamatan adan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut guru harus mampu menggali dan menemukenali kemampuan muridnya (modal manusia), menyesuaikan dengan kodratnya, agar dapat nyaman dan bahagia dalam proses pembelajarannya.

2. Keterkaitan dengan modul 1.2 Nilai dan Peran guru Penggerak

            Nilai guru penggerak (berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif) serta perannya (sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid) menjadi nilai positif yang digunakan untuk mengelola Sumber Daya agar tepat guna dan tepat sasaran, sehingga bisa meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Keterkaitan dengan modul 1.3 Visi Guru Penggerak

            Guru harus mampu mengidentifikasi potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh ekosistem sekolah untuk merancang visi yang berpihak pada murid serta merancang prakarsa perubahan dengan Inquiry Apresiatif dengan tahapan BAGJA. 

4. Keterkaitan dengan modul 1.4 Budaya Positif

            Budaya positif di kelas dan sekolah perlu diciptakan agar dapat mendukung pembentukan karakter murid yang diharapkan.  Dalam penerapan budaya positif di sekolah, guru perlu memahami aset yang dimiliki sehingga penerapan budaya positif lebih optimal. Semua komponen diharapkan dapat terlibat khususnya guru sebagai manajer kontrol dan role model. Melalui kebiasaan baik yang membudaya, hal ini juga dapat dijadikan kekuatan bagi sekolah.

5. Keterkaitan dengan modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

            Pembelajaran berdiferensiasi dapat memfasilitasi guru dalam melaksanakan pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan murid, baik minat, kesiapan, maupun profil belajarnya. Pemetaan dan pengelolaan sumber daya dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan belajar murid.

6. Keterkaitan dengan modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

            Kompetensi Sosial emosional yang dimiliki guru dan murid, menjadi pemndukung dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Dalam rangka memetakan dan mengelola sumber daya dalam ekosistem sekolah, KSE diperlukan dalam menanggulangi stres ketika mengelola sumber daya dan pengambilan keputusan.

7. Keterkaitan dengan modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

         Coaching diperlukan peningkatan kinerja untuk mencapai tujuan melalui pembekalan kemampuan memecahkan masalah dengan mengoptimalkan potensi diri. Coaching sangat diperlukan dalam menggali masalah dan potensi murid maupun guru untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapi oleh murid maupun guru terkait dengan pemanfaatan sumber daya.

8. Keterkaitan dengan modul 3.1 Pengambilan Keputusan berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

          Pengambilan keputusan yang tepat dilakukan melalui pertimbangan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab, te[pat dalam mengelola sumber daya, agar tidak keluar dari norma dan tata peraturan yang ada, juga setiap pengambilan keputusan harus berpihak pada murid.


Pemikiran yang sudah berubah setelah mengikuti proses pembelajaran modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

    Sebelum mempelajari modul ini, dalam mengatasi masalah saya berfokus pada adanya kekurangan atau hal yang harus diperbaiki, sehingga menutup diri dari potensi dan kekuatan yang mendukung. Jadi, selama ini kami masih menggunakan Defisit-Based Approach atau Pendekatan Berbasis Kekurangan, sehingga solusi permasalahan maupun kegiatan yang dilaksanan menjadi kurang maksimal.

    Setelah mempelajari modul ini membuat cara berpikir saya berubah menggunakan pendekatan Asset-Based Approach atau Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan. Melalui cara berikir dengan pendekatan ini, kita akan fokus untuk menemukenali potensi yang saya maupun komunitas miliki, sehingga dapat memberdayakan potensi tersebut dengan tepat untuk mengatasi masalah maupun untuk meraih visi.


 Demikianlah Koneksi Antar Materi Modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Semoga materi ini bermanfaat bagi guru-guru hebat semuanya.

Wassalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh.

Salam Guru Penggerak.

Guru Bergerak, Indonesia Maju.

Kamis, 16 Februari 2023

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

 Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Salam dan Bahagia.


Selamat berjumpa kembali, Bapak/Ibu Guru Hebat. Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini Saya akan menyampaikan Koneksi Antar Materi modul 3.2 tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Sebelumnya, Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Edy Susiadi Purnama selaku fasilitator, serta Ibu Siti Sumiyati selaku pengajar praktik yang senantiasa dengan sabar membimbing Saya dalam mengikuti Program Guru Penggerak Angkatan 6.

Tujuan Pembelajaran Khusus

Tujuan pembelajaran khusus dari Koneksi Antar Materi Modul 3.1 ini adalah:

  1. CGP membuat kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan media.
  2. CGP dapat melakukan refleksi bersama fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah mereka lalui dan menggunakan pemahaman barunya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukannya.

Pendahuluan

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert

Dari kutipan tersebut, dapat dikaitkan dengan materi pada modul 3.1 ini tentang pengambilan keputusan, yaitu permasalahan dilema etika, di mana kita sebagai seorang guru seringkali dihadapkan pada dilema pengambilan keputusan dalam kegiatan pembelajaran, misalnya apakah kita mengutamakan ketercapaian/target materi, atau nilai dari sebuah pendidikan karakter.

Nilai-nilai dalam suatu pengambilan keputusan yang saya anut yaitu bahwa pengambilan keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan serta berpihak pada murid. Hal tersebut juga diharapkan dapat memberikan dampak positif untuk lingkungan sekolah, yaitu terciptanya lingkungan yang aman, nyaman, serta kondusif untuk menciptakan keberpihakan pada murid.

Sebagai pemimpin pembelajaran, maka kita harus dapat menuntun murid untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya, sehingga murid akan mendapatkan kebahagiaan melalui merdeka belajar. Pengambilan keputusan dalam pembelajaran harus mengutamakan kebutuhan belajar murid, yang dapat dilaksanakan melalui pembelajaran berdiferensiasi.

Kutipan dari Bob Talbert di atas merupakan sebuah dilema etika, seperti yang dipelajari pada modul 3.1 ini. Menurut kutipan di atas, kita dihadapkan pada dua pilihan yang sebenarnya sama-sama benar, yaitu mengajarkan berhitung, atau pendidikan karakter. Berdasarkan yang dipelajari pada modul 3.1 ini, kita dapat mengambil keputusan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan dilema etika, kita harus memperhatikan nilai-nilai kebajikan universal, tanggung jawab, dan berpihak pada murid.


Koneksi Antar Materi Modul 3.1 dengan Modul 1 dan 2

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Apabila seorang pemimpin dihadapkan peda sebuah kasus dilema etika, untuk pengambilan keputusannya setidaknya harus berpedoman pada filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka yang disampaikan, yaitu:

  • Ing Ngarso Sung Tuladha: menjadi teladan, memimpin, contoh kebajikan, patut ditiru atau baik untuk dicontoh oleh orang lain.
  • Ing Madya Manun Karsa : memberdayakan, menyemangati, membuat orang lain memiliki kekuatan, kemampuan, tenaga, akal, cara dan sebagainya demi memperbaiki kualitas diri mereka.
  • Tut Wuri Handayani: mempengaruhi, memelihara, dan memprovokasi kebajikan serta kualitas positif agar orang lain bertumbuh maju.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Salah satu nilai kebajikan yang menjadi barometer dari nilai-nilai kebajikan yang lain yaitu Tanggung Jawab. Sebuah keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan. Melalui sikap tanggungjawab dari dalam diri, sebuah keputusan yang kita ambil akan mencerminkan bagaimana prinsip diri kita berdasarkan ketiga prinsip pengambilan keputusan, sehingga akan mendorong terwujudnya wellbeing dalam ekosistem pendidikan.


Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam proses pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada sebelumnya.

Salah satu tujuan kegiatan coaching yaitu menggali lebih dalam lagi potensi yang dimiliki oleh seorang guru. Melalui proses coaching antara coach dengan coachee akan terjadi penyelesaian masalah dalam hal ini adalah pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Melalui kegiatan coaching, pengambilan keputusan akan lebih efektif karena keputusan yang diambil berasal dari potensi yang dimiliki seseorang. Dengan demikian, keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya well being dalam ekosistem sekolah.


Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnyaa masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional sangat berpengaruh terhadap pengambilan sauatu keputusan khususnya yang berkaitan dengan dilema etika. Guru yang memiliki kesadaran diri yang baik pasti menunjukkan integritas dan kejujuran dalam pengambilan keputusan. Selain itu, juga memiliki kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan. Dengan begitu guru akan memiliki kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang , budaya, dan konteks yang berbeda-beda. Kemampuan guru untuk mengambil pilihan-pilihan membangun berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis diri sendiri, masyarakat, dan kelompok. Dengan memiliki semua kemampuan tersebut, pada akhirnya keputusan yang diambil atas kasus dilema etika dapat dipertanggungjawabkan.


Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pada pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika, nilai-nilai yang dianut sebagai seorang pendidik yaitu kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai tersebut, maka sebuah keputusan yang diambil diharapkan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan prinsip berpusat pada murid serta mendorong terwujudnya iklim pendidikan yang baik di sekolah.


Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Dengan menjalankan prinsip among KHD dan pola pikir inquiry apresiatif diharapkan guru mampu menjalankan peran-perannya. Guru sebagai pemimpin pembelajaran, artinya juga menjadi pemimpin yang menaruh perhatian penuh pada komponen pembelajaran sesuai kurikulum (baik intra kurikuler maupun ekstrakurikuler), proses belajar mengajar, refleksi dan penilaian otentik dan efektif, pengembangan guru, dan sebagainya. Guru berperan besar dalam membuat lingkungan yang aman, nyaman, menyenangkan, akan tetapi juga menantang murid untuk belajar. Guru diharapkan mampu berperan sebagai pemimpin yang berorientasi pada kepentingan tumbuh kembangnya murid agar mampu berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zamannya.


Apakah tantangan-tantangan di lingkungan anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan anda?

Tantangan-tantangan dalam menjalankan pengambilan keputusan di antaranya adalah adanya pemikiran dari setiap individu atau kelompok yang bertentangan. Dalam lingkungan sekolah, tentu saja selain pihak yang pro, juga ada pihak yang kontra dengan keputusan yang diambil atau kebijakan yang sedang dijalankan. Kadang, kita harus memilih antara beradaptasi dengan lingkungan yang menikmati zona nyamannya, atau teguh pada prinsip kita untuk terus meningkatkan kualitas diri.


Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutudskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbed-beda?

Keputusan yang kita ambil tentu saja berpengaruh terhadap pengajaran yang memerdekakan murid, misalnya dalam pemilihan strategi maupun model pembelajaran yang dapat mengakomodir kebutuhan belajar murid. Kita dapat membuat keputusan mengenai pembelajaran yang tepat untuk potensi murid yang berbeda-beda dengan cara kita kenali, kemudian kita petakan terlebih dahulu mengenai kesiapan, minat, dan profil belajar murid.  Setelah itu, dapat kita susun rencana untuk melakukan pembelajaran berdiferensiasi dengan melakukan diferensiasi konten, proses, maupun produk.


Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran seharusnya dapat mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana. Pengambilan keputusan yang bijaksana memperhatikan nilai-nilai kebajikan universal, tanggung jawab, dan berpihak pada murid untuk memastikan bahwa kehidupan atau masa depan murid adalah yang terbaik dan sesuai dengan harapannya.


Apakah kesimpulan akhir yang dapat anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Berdasarkan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya dan pembelajaran yang ada pada modul 3.1 ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan keputusan kita haruslah mendasar pada 3 unsur, yaitu nilai-nilai kebajikan universal, bertanggungjawab terhadap segala konsekuensi, serta berpihak pada murid. Pengambilan kepurusan sebagai seorang pemimpin setidaknya harus berpedoman pada filosofi KHD dengan Pratap Trilokanya, berlandaskan nilai dan oeran guru penggerak, berpedoman pada keberpihakan pada murid melalui pembelajaran berduferensiasi serta pengembangan kompetensi sosial emosional, serta keterampilan coaching yang baik dalam menjalankan langkah-langkah pengambilan keputusan.


Sejauh mana pemahaman anda tentang konsep-konsep yang telah anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut anda di luar dugaan?

Pemahaman saya terhadap materi tentang konsep-konsep yang telah dipelajari di modul ini:
  • Sebuah kasus pengambilan keputusan dikatakan sebagai dilema etika apabila ada dua hal yang sama-sama benar atau mengandung nilai kebajikan saling bertentangan (benar lawan benar), sedangkan dikatakan bujukan moral apabila ada hal yang salah melawan hal yang benar (benar lawan salah).
  • 3 Prinsip pengambilan keputusan: 1) End Based-Thinking (pengambilan keputusan bebrbasis hasil akhir), 2) Rule Based-Thinking (pengambilan keputusan berbasis peraturan), dan 3) Care Based-Thinking (pengambilan keputusan berbasis rasa peduli).
  • 4 Paradigma pengambilan keputusan: 1) Individual vs community (individu lawan kelompok), 2) Justice vs mercy (rasa keadilan lawan rasa kasihan), 3) Truth vs loyalty (kebenaran lawan kesetiaan), 4) Short term vs long term (jangka pendek lawan jangka panjang).
  • 9 Langkah pengambilan dan pengujian keputusan: 1) mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, 2) menentukan siapa yang terliobat, 3) mengumpulkan fakta, 4) melakukan pengujian benar-salah, 5) pengujian benar-benar, 6) melakukan prinsip resolusi, 7) investigsi opsi trilema, 8) buat keputusan, 9) lihat dan refleksikan kembali.
  • Hal-hal yang tidak terduga: 1) apabila dilakukan pengujian benar-salah pada sebuah kasus dan gagal pada uji legal, maka langkah pengambilan keputusan tidak perlu dilanjutkan karena sudah ada pelanggaran hukum, yang artinya kasus tersebut bukan dilema etika melainkan bujukan moral yang merupakan benar lawan salah; 2) ternyata tidak selamanya care based-thinking itu baik untuk diterapkan.

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang anda pelajari di modul ini?

Saya pernah menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema. Saat itu dilema etika yang saya alami berdasarkan paradigma individu lawan kelompok. Saat itu saya hanya mengandalkan keputusan berbasis hasil akhir yang sekiranya tidak merugikan kedua pihak. Setelah saya mempelajari modul ini, ternyata sebuah kasus dilema etika perlu diselesaikan dengan 9 langkah oengambilan dan pengujian keputusan, berdasarkan 3 prinsip dan 4 paradigma.


Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat anda, perubahan apa yang terjadi pada cara anda mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Setelah mempelajari modul ini, dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin harus berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan, tanggung jawab, serta berpihak pada murid. Pengambilan keputusan dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, berdasarkan 3 prinsip dan 4 paradigma.


Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi anda sebagai seorang individu dan anda sebagai seorang pemimpin?

Sangat penting mempelajari modul ini sebagai individu maupun pemimpin, di mana untuk mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan harus melalui beberapa langkah dan pertimbangan, sehingga tidak ada pihak yag dirugikan dari keputusan yang diambil. Dengan mempelajari modul ini, diharapkan pada kasus selanjutnya, keputusan yang diambil adalah langkah paling bijaksana dan terbaik.


Demikianlah koneksi antar materi modul 3.1 tentang Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin dengan materi pada modul-modul sebelumnya. Semoga KAM ini bermanfaat bagi guru-guru hebat, untuk senantiasa memberikann pelayanan yang terbaik dan berpihak pada murid.

Salam Guru Penggerak.
Guru Bergerak, Indonesia Maju.
Salam.

Wassalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh.



    Kamis, 15 Desember 2022

    Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

     

    Assalamulaikum warohmatullohi wabarokatuh.

    Salam dan Bahagia.

     Selamat berjumpa Kembali, Bapak Ibu Guru Hebat. Pada kesempatan ini, saya Sumiyati CGP Angkatan 6 dari DIY akan menyampaikan Koneksi Antar Materi Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik. Sebelumnya, Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Pengajar Praktik, Ibu Siti Sumiyati, beserta Bapak Fasilitator Bapak Edy Susiadi Purnama yang telah mendampingi serta membimbing selama Program Guru Penggerak ini.

     

    Refleksi Modul 3.2 Coaching untuk Supervisi Akademik

    Coaching merupakan sebuah proses kolaborqasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach nmemfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee.

    Paradigma Berpikir Coaching

    1.       1. Fokus pada coachee yang akan dikembangkan

    2.       2. Bersikap terbuka dan ingin tahu

    3.       3. Memiliki kesadarqan diri yang kuat

    4.       4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

    Prinsip Coaching

    1.       Kemitraan

    Dalam coaching, posisi coach terhadap coacheenya adalah mitra. Hal itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah.

    2.       Proses Kreatif

    Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan dua arah, memicu prose3s berpikir coachee, memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.

    3.       Memaksimalkan Potensi

    Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.


    Coaching dalam Konteks Pendidikan

    Filosofi KHD

    Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai “pamong” dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

    Sistem Among

    Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid.

    Kompetensi Inti Coaching

    1.       Kehadiran Penuh

    Kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.

    2.       Mendengarkan Aktif

    Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.

    3.       Mengajukan Pertanyaan Berbobot

    Pertanyaan yang diajukan dapat menggugah orang untuk berpikir, menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal baru, mengungkapkan emosi.

    Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, Tanggungjawab)

    1.       Tujuan

    Coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini.

    2.       Identifikasi

    Proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee.

    3.       Rencana Aksi

    Coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

    4.       Tanggungjawab

    Komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya


    Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching

    Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada murid. Beberapa prinsip supervise akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi: kemitraan, konstruktif, terencana, reflektif, objektif, berkesinambungan, dan komprehensif. Siklus dalam supervise klinis pada umumnya meliputi tiga tahap, yakni: Pra Observasi, Observasi dan Pasca Observasi.

     

    Koneksi Antar Materi

    Keterkaitan dengan Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

    Dalam pembelajran berdiferensiasi diadakan pemetaan dengan 3 cara: minat murid, kebutuhan belajar murid, dan profil belajar murid. Pemetaan ini digunakan seorang coach sebagai data dalam proses coaching, sehingga coachee dalam hal ini murid mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya untuk menemukan solusi terbaik.

    Keterkaitan dengan Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

    Hal-hal yang harus dipahami dalam Kompetensi Sosial dan Emosional yaitu: Kesadaran Diri, Kesadaran Sosial, Pengelolaan Diri, Keterampilan Berelasi, dan Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab. KSE digunakan oleh seorang guru dalam melakukan coaching terhadap coachee, agar terjadi pengendalian diri dan emosi untuk coach dan coachee serta menimbulkan rasa empati dan rasa sosialisasi serta dapat mengambil keputusan yang tepat dan bertanggungjawab.

    Peran sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya

    Di dalam kompetensi coaching dengan alur TIRTA, mewajibkan kita sebagai coach untuk dapat melakukan kehadiran penuh, salah satunya dengan kegiatan STOP dan mindfull listening yang telah dipelajari pada modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional. Salah satu prinsip coaching adalah memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat. Percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang diberdayakan atau coachee. Karena potensi coachee beragam, maka kompetensi sosial emosional diperlukan untuk memaksimalkan potensinya.

    Demikianlah koneksi antar materi modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik.

    Sampai bertemu pada materi selanjutnya.

    Salam Guru Penggerak.

    Guru Bergerak, Indonesia Maju.

    Wassalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh.

    Senin, 28 November 2022

    Koneksi Antar Materi Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional


     Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

    Semangat Pagi.

    Salam dan Bahagia.

    Salam Guru Penggerak.

    Pada kesempatan kali ini, Saya akan menyampaikan Koneksi Antar Materi Modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional. Sebelumnya, Saya ucapkan terima kasih Fasilitator Bapak Edy Susiadi Purnama dan Pengajar Praktik Ibu Siti Sumiyati yang telah membimbing Saya dengan sabar selama mengikuti Program Guru Penggerak ini.


    Refleksi Diri

    Bapak dan Ibu, Guru Hebat seluruh Indonesia, sebagai pendidik tentunya kita pernah mengalami perasaan emosi dalam diri kita seperti marah, kecewa, khawatir, sedih, atau bahkan stres karena tumpukan tugas yang begitu banyak. Nah, Bapak Ibu Guru Hebat, bagaimana cara kita mengontrol diri? Maka dalam modul 2.2 ini kita akan mempelajari Pembelajaran Sosial Emosional dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya.


    Apa kesimpulan tentang perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap sebagai pemimpin pembelajaran setelah mempelajari pembelajaran sosial dan emosional?


        Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap oositif mengenai aspek sosial dan emosional. Tujuan pembelajaran sosial dan emosional (PSE) adalah untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

        Pencapaian Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) ditandai dengan adanya: 1) Peningkatan 5 kompetensi sosial-emosional, 2) Lingkungan belajar yang suportif, 3) Peningkatan sikap pada diri sendiri, respek dan toleran terhadap orang lain dan lingkungan sekolah. Meningkatnya tiga hal tersebut dapat mnegurangi perilaku negatif dan tingkat stres, serta dapat meningkatkan perilaku positif dan performa akademik siswa.

        Sebelum membahas lebih lanjut tentang lima KSE, kita akan terlebih dahulu membahas tentang well being. Well Being adalah sebuah kondisi di mana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik. Memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.


     Lima Kompetensi Sosial-Emosional

         Lima Kompetensi Sosial-Emosional (KSE) meliputi: 1) Kesadaran Diri; 2) Manajemen Diri; 3) Kesadaran Sosial; 4) Keterampilan Berelasi; dan 5) Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab.

    1. Kesadaran Diri

        Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan. Seseorang yang memiliki kompetensi ini, antara lain dapat: menggabungkan identitas pribadi dan identitas sosial, mengidentifikasi kekuatas/aset diri dan budaya, mengidentifikasi emosi-emosi dalam diri, menunjukkan integritas dan kejujuran, menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai, menguji dan mempertimbangkan prasangka dan bias, memupuk efikasi diri, memiliki pola pikir bertumbuh, serta mengembangkan minat dan menetapkan arah tujuan hidup.

    2. Manajemen Diri

        Manajemen diri merupakan kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi. Seseorang yang memiliki kompetensi ini, antara lain dapat: mengelola emosi diri, mengidentifikasi dan menggunakan strategi-strategi pengelolaan stres, menunjukkan disiplin dan motivai diri, merancang tujuan pribadi dan bersama, menggunakan keterampilan merancang dan mengorganisir, memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif, serta mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok.

    3. Kesadaran Sosial

        Kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda. Seseorang yang memiliki kompetensi ini, antara lain dapat: mempertimbangkan pandangan/pemikiran orang lain, mengakui kemampuan/kekuatan orang lain, mendemonstrasikan empati dan rasa welas kasih, menunjukkan kepedulian atas perasaan orang lain, memahami dan mengekspresikan rasa sukur, serta mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan.

    4. Keterampilan Berelasi

            Keterampilan Berelasi merupakan kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif. Seseorang yang memiliki kompetensi ini, antarqa lain dapat: berkomunikasi dengan efektif, mengembangkan relasi/hubungan positif, mempraktikkan kerjasama tim dan pemecahan masalah secara kolaboratif, melawan tekanan sosial yang negatif, menunjukkan sikap kepemimpinan dalam kelompok, mencari dan menawarkan bantuan apabila membutuhkan, serta turut membela hak-hak orang lain.

    5. Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab

         Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab merupakan kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok. Seseorang yang memiliki kompetensi ini, antara lain dapat: menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran, mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial, berlatih membuat keputusan masuk akal setelah menganalisis informasi, data, dan fakta, mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya, menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, merefleksikan peran seseorang dalam memperkenalkan kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, keluarga, dan komunitas, serta mengevaluasi pengaruh dari seseorang, hubungan interpersonal, komunitas, dan kelembagaan.


     Kesadaran Penuh (Mindfulness) Sebagai Dasar Penguatan Lima KSE

            Kesadaran penuh dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar pada kondisi sekarang, yang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan atau welas asih (Hawkins, 2017:15). Praktik kesadaran penuh (mindfulness) bukanlah solusi sebuah permasalahan, akan tetapi merupakan praktik yang membantu kita dalam menyikapi, memproses, dan merespon permasalahan yang kita hadapi untuk fokus pada situasi yang dihadapi sekarang, bukan pada kekhawatiran pada masa yang akan datang maupun penyesalan pada masa lalu.

            Salah satu cara untuk melatih kesadaran penuh (mindfulness) adalah teknik STOP. Stop (Berhenti sejenak), Take a Breath (Ambil Napas), Observe (Observasi/Amati), dan Proceed (Lanjutkan). Dengan teknik ini, syaraf parasimpatik menenangkan tubuh dengan memperlambat detak jantung, menurunkan tekanan darah, mempertajam kekuatan otak bagian atas (korteks prefontal) yang berhubungan dengan fokus, konsentrasi dan kesadaran, sehingga akan tercipta nuansa well-being.

    Implementasi Kompetensi Sosial-Emosional (KSE)

        Implementasi KSE di sekolah, dapat dilaksanakan melalui: 1) Pengajaran Eksplisit; 2) Integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik; 3) Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah; 4) Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah.

    Fakta Penting Pembelajaran Sosial-Emosional

        Dalam pelaksanaan pembelajaran sosial-emosional, kita akan menemukan fakta-fakta bahwa: 1) murid yang berkembang secara sosial dan emosional, pada saat yang sama mereka pun berkembang secarqaq akademik; 2) mengabaikan perkembangan sosial dan emosional dapat membawa efek buruk secara akademik; 3) pembelajaran sosial-emosional harus diimplementasikan secara sengaja.


    Apa kaitan pembelajaran sosial-emosional yang telah dipelajari dengan modul-modul sebelumnya?

        

    Kaitan Pembelajaran Sosial-Emosional dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara

        Melalui Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE), guru dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan di sekolah, sehingga tercipta kondisi nyaman, sehat, dan bahagia bagi murid. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yakni menuntun anak sesuai dengan kodr5at alam dan zamannya agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya sehingga anak menemukan kemerdekaan dalam proses belajarnya.

    Kaitan Pembelajaran Sosial-Emosional dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak

        Nilai-nilai yang harus dimiliki guru penggerak yaitu berpihak pada murid, reflektif, inovatif, kolaboratif, dan mandiri agar dapat mewujudkan Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) melalui salah satu perannya, yaitu mewujudkan kepemimpinan murid. Melalui nilai dan perannya tersebut, guru dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan di sekolah, sehingga tercipta kondisi nyaman, sehat, dan bahagia bagi murid.

    Kaitan Pembelajaran Sosial-Emosional dengan Visi Guru Penggerak

        Melalui Pembelajran Sosial-Emosional (PSE) yang mengintegrasikan lima KSE, guru dapat mewujudkan visi yang diharapkan yaitu dapat mewujudkan insan pembelajar yang bertakwa, berprestasi, inovatif, berbudaya, dan berkarakter, sehingga terwujud Profil Pelajar Pancasila.

    Kaitan Pembelajaran Sosial-Emosional dengan Budaya Positif

        Melalui PSE yang mengintegrasikan lima Kompetensi Sosial Emosional (KSE), guru dapat mengenali dan memahami emosi masing-masing yang sedang dirasakan, sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menerapkan disiplion positif secara baik sesuai dengan kesadaran diri (self-awarness).

    Kaitan Pembelajaran Sosial-Emosional dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

        Melalui PSE, guru dapat melakukan pembelajaran dengan menggunakan beberapa teknik, antara lain: identifikasi perasaan, identifikasi emosi, menuliskan ucapan terima kasih, bermain peran, dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan agar guru mampu menerapkan pembelajarana berdiferensiasi di kelas sesuai dengan kebutuhan belajar murid, guan mewujudkan merdeka belajar.


    Guru Hebat Indonesia, demikianlah tadi Koneksi Antar Materi Modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial-Emosional. Sampai bertemu lagi di Koneksi Antar Materi Modul 2.3.

    Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

    Guru Hebat Indonesia Tergerak, Bergerak, Menggerakkan.

    Guru Bergerak, Indonesia Maju.



    Selasa, 15 November 2022

    Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

    Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh.

    Semangat Pagi.

    Salam dan Bahagia. 

    Salam Guru Penggerak.


    Selamat bertemu kembali dalam Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi. Sebelumnya, Saya ucapkan terima kasih kepada Fasilitator, Bapak Edy Susiadi Purnama serta Pengajar Praktik, Ibu Siti Sumiyati yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, serta motivasi kepada Saya dalam mengikuti Program Guru Penggerak Angkatan 6 ini. Nah, selanjutnya Saya akan mencoba membuat Koneksi Antar Materi modul 2.1 yang sudah dipelajari.


    Apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi dan bagaimana hal ini dapat dilakukan di kelas?

    Menurut Tomlinson (2001:45), Pembelajran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran Berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi pada kebutuhan murid.

    Langkah-langkah penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi di kelas adalah:

    1.     Menentukan tujuan pembelajaran

    2.     Menganalisis kebutuhan belajar dengan melakukan asesmen diagnostik (kognitif dan non kognitif) berdasarkan 3 aspek (kesiapan, minat, dan profil belajar murid)

    3.     Menganalisis penerapan s strategi diferensiasi (konten, proses, dan produk)

    4.     Mengimplementasikan Rencana Pembelajaran Berdiferensiasi dalam konteks pembelajaran di kelas

    5.     Melakukan asesmen pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan murid

     

    Bagaimana Pembelajaran Berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal?

    Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid, guru dapat melakukan pemetaan kebutuhan murid berdasarkan 3 aspek, yaitu:

    1.     Kesiapan Belajar

    Guru perlu melihat kesiapan belajar murid untuk mengetahui kapasitas murid dalam mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru.

    2.     Minat Belajar

    Guru memberikan pilihan kepada muridnya untuk belajar sesuai dengan minatnya. Belajar sesuai minat dapat meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

    3.     Profil Belajar

    Guru memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secarqa alami dan efisien bergantung dari gaya belajarnya, kecerdasan, pengaruh budaya, dan lingkungannya.

    Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat membantu murid mencapai hasil belajar yang optimal, guru dapat menerapkan 3 strategi secara tepat, yaitu:

    1.     Diferensiasi Konten

    Guru perlu menyesuaikan materi/konten pembelajaran dengan kebutuhan belajar murid yang beragam, berdasarkan pemetaan kebutuhan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid.

    2.     Diferensiasi Proses

    Guru perlu memvariasikan proses belajar agar beragam, sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Proses ini mengacu pada bagaimana murid memahami atau memaknai apa yang dipelajari.

    3.     Diferensiasi Produk

                Guru perlu memodifikasi tagihan produk yang akan dihasilkan murid sesuai dengan konten yang telah mereka pelajari dan proses yang telah mereka lewati.

     

    Bagaimana Koneksi Antar Materi Pembelajaran Berdiferensiasi dengan modul lain di Pendidikan Guru Penggerak yang pernah dipelajari?


        Menurut bagan koneksi antar materi tersebut, dapat dilihat bahwa pembelajaran berdiferensiasi sangat erat kaitannya dengan pembelajaran yang berpihak pada murid, sesuai dengan filosofi KHD. Sedangkan nilai-nilai guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, inovatif, kolaboratif, dan berpihak pada murid merupakan komponen-komponen utama dalam mewujudkan Pembelajaran Berdiferensiasi. Murid sebagai manusia pembelajar yang beragam harus terlayani dengan baik melalui visi guru penggerak. Pembelajaran berdiferensiasi yang dilaksanakan oleh guru mampu membangun budaya positif di sekolah.

    1. 1.   Keterkaitan antara modul 1.1 Filosofi KHD dengan 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

              Menurut KHD, pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. tugas guru adalah menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan setiap anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-masing, dan memastikan bahwa dalam prosesnya, anak-anak tersebut merasa selamat dan bahagia.

            Kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi, sebagai guru kita harus dapat memenuhi kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran berdiferensiasi yang dapat mengakomodir keberagaman siswa melalui pemetaan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid, sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.

    2.              Keterkaitan antara modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak dengan 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

            Nilai guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, inovatif, kolaboratif, dan berpihak pada murid. Maka, dalam proses menuntun murid guru harus selalu berpikir, "Apa yang murid butuhkan? Apa yang dapat Saya lakukan agar proses belajar menjadi lebih baik?" Sedangkan salah satu peran guru penggerak adalah mewujudkan kepemimpinan murid. Dalam hal ini, guru membantu murid dalam belajar, mampu memunculkan motivasi murid untuk belajar, juga mendidik karakter baik murid di sekolah.

            Kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi, guru dapat memenuhi kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran berdiferensiasi yang dapat mengakomodir keberagaman murid melalui pemetaan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.

    3.       Keterkaitan antara modul 1.3 Visi Guru Penggerak dengan 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

            Untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodir kebutuhan belajar murid, guru dapat melakukan prakarsa perubahan melalui Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJAnya, yaitu:

    ü  Buat pertanyaan terkait pemetaan keburuhan belajar murid

    ü  Ambil pelajaran apa yang sudah pernah dilakukan

    ü  Gali mimpi tentang kondisi ideal yang akan terjadi dalam proses pembelajaran

    ü  Jabarkan 3 strategi diferensiasi

    ü  Atur eksekusi dengan melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid.

    4.       Keterkaitan antara modul 1.4 Budaya Positif dengan 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

                Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi di sekolah akan membentuk Budaya Positif dengan posisi kontrol guru sebagai manajer. Guru membantu membuat murid merasa dihargai dan memiliki keterkaitan antara dirinya dengan guru dan teman di kelasnya sehingga murid merasa dirinya bagian dari kelasnya.


        Nah, teman-teman guru hebat Indonesia, demikianlah Koneksi Antar Materi modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi yang dapat Saya sampaikan. Semoga materi ini memberikan manfaat untuk kita semua, guru-guru hebat yang siap melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid.

     Guru hebat Indonesia Tergerak, Bergerak, Menggerakkan.

    Guru Bergerak, Indonesia Maju.