Halaman

Selasa, 05 Mei 2020

Pengalaman Menulis

Bagi sebagian orang, menulis adalah ekspresi pribadi. Menulis sebagai ekspresi pribadi akan membuat kita menulis dengan jujur dan apa adanya. Seperti yang dikatakan oleh narasumber dalam kegiatan Belajar Menulis Melalui Grup WA kemarin, bahwa menulis adalah kebutuhan dan beliau lakukan dengan jujur dan apa adanya. Beliau juga mengatakan, bahwa beliau mulai menulis apa saja, jadi tulisan beliau itu layaknya buku harian. Cerita yang banyak beliau tulis adalah tentang pengalamannya mengajar. Tulisan itu kemudian dikumpulkan menjadi buku yang berjudul Menghimpun Yang Berserak.
Berada di zona nyaman, menulis apa adanya, mengekspresikan diri, akhirnya sampailah pada saat, ketika narasumber kita ini dihadapkan pada wawancara atas buku yang ditulisnya. Rupanya, ada beberapa pertanyaan yang mengusik beliau, Apakah ketika  saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada,  apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Pertanyaan - pertanyaan itu membuat Pak Ukim merasa terpenjara, karena beliau merasa bahwa tulisannya adalah ekspresinya dan haknya mau menulis seperti apa.
Mungkin, sama halnya dengan saya, dengan kita. Ketika baru awa menulis, pasti kita akan berpikir seperti Pak Ukim. Ini tulisan saya, ekspresi saya, seperti inilah saya. Namun ternyata, untuk menjadi seorang penulis yang sesungguhnya hal tersebut memang kurang tepat. Seperti yang disampaikan Pak Ukim, bahwa kemudian beliau bertemu temannya, seorang penulis, yang menjelaskan tentang proses menulis yang melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Kita tidak boleh egois dalam menulis, tulisan kita harus secara maksimal memberikan manfaat untuk orang lain, yaitu pembaca. Salah satu orang yang menjadi bagian dalam tim menulis sebuah buku adalah editor. Editor adalah garda depan yang menentukan sebuah tulisan layak diterbitkan atau tidak.
Kriteria apa sajakah yang harus dipenuhi agar suatu buku layak untuk diterbitkan? Pak Ukim menjelaskan, bahwa untuk buku pelajaran kriteria yang harus dipenuhi adalah :
1. menunjukkan penggunaan pendekatan baru
2. lebih lengkap
3. penulisnya memang berkualifikasi luar biasa
4. naskah renyah (enak dibaca)
5. diutamakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik
Dalam menulis, kita harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan kita. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Kalau Marathon, pilih novel. Sebagai pemula, kita bisa memulai untuk jarak pendek dulu (cerpen), baru kemudian latihan untuk jarak jauh (novel). Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan kita buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita membaca untuk mendapatkan inspirasi.
Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN.

Nah, sudah siapkah kita menciptakan sejumlah kebaikan dengan menulis?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar